Selasa, 05 Oktober 2010

URGENSI PEMEKARAN DAERAH DI PERBATASAN

oleh
Mestariany Habie, SH
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Partai GERINDRA
Daerah Pemilihan Sulawesi Selatan I
 
Daerah perbatasan merupakan wilayah pembelahan kultural sebuah komunitas yang dianggap berasal dari satu akar budaya yang sama namun oleh kebijakan pemerintah dua negara bertetangga dibagi menjadi dua entitas politik yang berbeda.  Daerah perbatasan juga merupakan cerminan dari tingkat kemakmuran antara dua negara dan tidak jarang, daerah ini menjadi ajang konflik antara penduduk yang berbeda kewarganegaraannya karena tujuan-tujuan tertentu.
 
Daerah perbatasan juga merupakan salah satu wilayah yang potensial menjadi kantung kriminalitas, seperti penyelundupan dan merugikan negara.  Daerah perbatasan juga sangat rawan terjadi tindak illegal logging atau bahkan trafficking yang kini tengah marak terjadi.
 
Sebagai negara kepulauan, dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut. Hanya ada tiga perbatasan darat dengan negara lain, sisanya perbatasan laut. Wilayah darat, Indonesia berbatasan langsung dengan tiga negara, yakni Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste dengan panjang garis perbatasan darat secara keseluruhan adalah 2914,1 km.
 
Untuk diwilayah perbatasan darat di pulau Kalimantan, panjang perbatasan Indonesia-Malaysia mencapai +2004 km, terdiri dari Kalimantan Barat 857 km dan Kalimantan Timur 1.147 km. Perbatasan sepanjang itu tentunya membutuhkan “pagar” yang memadai sehingga dapat menjaga keutuhan wilayah Indonesia.
 
Masalah daerah perbatasan menjadi semakin penting dan perlu mendapat perhatian khusus mengingat kondisi daerah perbatasan yang serba keterbatasan sehingga tidak kondusif untuk menjadi pagar yang kokoh. Juga pasang surut hubungan perjiranan dengan Malaysia, yang beberapa tahun belakangan ini memanas.  
 
 
Back Yard Indonesia
Layaknya sebuah rumah, beranda yang berbatasan berhadapan langsung dengan jiran biasanya dibuat indah hingga menarik mata memandangnya serta mengajak berkunjung. Ini penting karena beranda depan memberikan first impression kepada tetangga, tamu, atau siapapun yang memandangnya. Tak hanya itu, beranda depan juga menunjukan ‘kualitas’ pemilik dan penghuni rumah.
 
Sama halnya dengan beranda rumah, daerah yang berada diperbatasan dua negara juga sejatinya adalah beranda depan rumah sebuah negara. Adalah kelaziman bila daerah yang berbatasan langsung dengan negara lain dibuat indah karena menjadi pintu gerbang dan etalase sebuah negara. Ini paradigma umum yang pasti bisa masuk dan dimengerti nalar semua manusia normal.
 
Lantas bagaimana dengan kondisi daerah di Indonesia yang berbatasan langsung (darat) dengan negara jiran? Alih-alih menjadi beranda depan rumah yang selalu bersolek indah, malahan menjadi beranda belakang (back yard) yang tak terurus. Berbagai ’pernik’ permasalahan ketakterurusan beranda belakang menjadi warna khas daerah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga, terutama Malaysia.
 
Ironis memang, tapi itu fakta. Lihat saja di Pulau Sebatik, pulau yang secara administratif terbagi atas wilayah Malaysia dan Indonesia, di bagian dari wilayah Indonesia,  jaringan listrik yang dibangun negara sejak tahun 1991 belum juga beroperasi. Berbeda dengan wilayah yang tergabung dengan negara jiran, yang terang benderang di malam hari.

Jaringan telekomunikasi dan penyiaran publik milik pemerintah pun minim. Infrastruktur lembaga penyiaran publik, misalnya, yang diharapkan sebagai corong pemerintah, seperti RRI dan TVRI, baru menyentuh kota kabupaten. Warga perbatasan lebih banyak menerima siaran radio dan televisi Malaysia, yang sinyalnya lebih bagus dan kuat. ‘Infiltrasi’ budaya negara tetangga pun mau tak mau terjadi sebagai konsekuensi logis dari minimnya infrastruktur penyiaran.

Masalah lainnya lagi adalah masih minimnya infrastruktur jalan serta didukung kedekatan akses pasar mengakibatkan warga setempat lebih memilih menjual hasil pertaniannya ke Sarawak. Penjualan hasil bumi ke Malaysia, karena jaraknya relatif singkat, dan tidak butuh biaya besar. Sedang untuk menjual hasil pertanian ke pusat ekonomi di Kalimantan Barat yang terdekat harus  ditempuh dengan menggunakan jalur transportasi air, perahu motor "long boat", dengan jarak tempuh mencapai 10 jam, dan memakan biaya untuk pembelian BBM mencapai bisa mencapai Rp1,5 juta.

Bentuk-bentuk kehadiran negara jauh dari memadai, untuk dikatakan tidak ada. Tidak heran jika orientasi politik, ekonomi, sosial, dan budaya warga lebih banyak ke Malaysia. Dan parahnya, kini sebagian besar penduduk di perbatasan lebih banyak menggunakan bahasa Malaysia sebagai bahasa keseharian tinimbang bahasa Indonesia. Bukankah itu ancaman nyata yang membahayakan kedaulatan negara?
 
Kondisi ini merupakan turunan dari cara pandang yang menempatkan daerah perbatasan sebagai beranda belakang yang tak perlu diurus. Paradigma wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara belum diwujudkan secara optimal, sehingga berdampak kurang menguntungkan bagi Indonesia. Keadaan ini mengesankan bahwa komitmen pemerintah pusat maupun daerah dalam membangun wilayah perbatasan masih rendah. Disisi lain wilayah perbatasan memiliki potensi strategis ditinjau dari aspek kesejahteraan maupun keamanan.

Pengembangan wilayah perbatasan dalam rangka mewujudkan wilayah perbatasan darat sebagai beranda depan negara yang berorientasi pada aspek kesejahteraan (prosperity) dan keamanan (security) menjadi sebuah urgensi. Pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan darat perlu akselerasi, karena masalah perbatasan darat dari waktu ke waktu semakin kompleks.

Kesejahteraan dan Kedaulatan
Selama ini paradigma pembangunan Indonesia adalah paradigma kesejahteraan yang sudah pasti menggunakan welfare approach dengan titik berat pembangunan ekonomi, tak terkecuali daerah perbatasan. Dengan paradigma ini maka pertumbuhan dan pembangunan sektor ekonomi menjadi titik fokus. Dan sudah pasti pertimbangan yang dikedepankan juga pertimbangan ekonomi semata. Secara alamiah, daerah yang berkembang dan sejahtera adalah daerah yang secara ekonomi feasible untuk dikembangkan. Itu pula mengapa kota-kota di Pulau Jawa lebih maju pembangunannya dengan daerah lain.
 
Daerah-daerah terpencil dan minim penduduk, dengan paradigma kesejahteraan ansich, sudah pasti tidak akan tersentuh oleh pembangunan. Begitu juga dengan daerah perbatasan yang umumnya terpencil dan berpenduduk minim. Sudah minim jumlah, kualitas SDMnya juga rendah. Dengan nalar berfikir ekonomi, tentunya membangun daerah perbatasan sangat tidak ekonomis dan tidak menarik. Jadilah daerah perbatasan menjadi semakin terisolir dan tidak terurus.
 
Bila paradigma dan pertimbangan ekonomi terus dikedepankan dalam membangun daerah, bukan hal yang mustahil suatu saat daerah perbatasan akan terhapus dari peta Indonesia dan masuk dalam peta negara jiran. Kalau pun tidak secara kewilayahan, mungkin penduduk daerah perbatasan akan hijrah ke negara jiran. Hal ini tinggal menunggu waktu saja bila paradigma dan pertimbangan pembangunan Indonesia tetap seperti  yang selama ini diimplementasikan.
 
Untuk membangun daerah perbatasan diperlukan sebuah kebijakan khusus yang harus dilakukan secara komprehensif dengan meramu pendekatan keamanan (security approach) dan pendekatan kesejahteraan (welfare approach). Titik berat dan pertimbangan pembangunan bukan ekonomi semata tapi juga kepentingan nasional. Tujuan utamanya menjaga kedaulatan dan keutuhan negara, sehingga walaupun secara hitungan ekonomi tidak menguntungkan namun dalam kepentingan jangka panjang dan untuk keutuhan wilayah penting untuk dilakukan.
 
Hanya dengan paradigma yang mengedepankan kepentingan nasional, pembangunan daerah perbatasan yang terpencil dengan penduduk yang minim menjadi rasional untuk dilakukan. Dan dengan mengedepankan kepentingan nasional ini pula daerah perbatasan menjadi strategis.  Pokoknya tidak ada alasan yang bisa mementahkan pentingnya pembangunan daerah perbatasan bila bangsa Indonesia mengedepankan kepentingan nasional tinimbang kepentingan ekonomi semata.
 
Dengan pembangunan, daerah perbatasan menjadi daerah yang memadai dan layak untuk ditinggali atau bahkan layak dipertimbangkan sebagai daerah investasi dan pengembangan ekonomi baru. Masyarakat di daerah perbatasan pun bila daerahnya sudah dibangun dengan infrastruktur yang memadai tentunya akan kembali berpaling dan berkiblat ke negaranya daripada ke negara jiran. Tidak ada alasan lagi bagi masyarakat di daerah perbatasan untuk menjual hasil produksinya ke negeri jiran. Juga untuk sekadar menonton siaran televisi dari lembaga penyiaran negera jiran karena ada lebih dari 10 lembaga penyiaran nasional dengan berbagai variasi acaranya yang dapat dinikmati.
 
Pada akhirnya pembangunan di daerah perbatasan akan menjadikan daerah perbatasan menjadi beranda depan, pintu gerbang, dan etalase Indonesia. Dan muaranya, daerah perbatasan dan masyarakatnya akan menjadi ‘pagar’ yang efektif dalam menjaga keutuhan wilayah Indonesia dikemudian hari. Tidak perlu lagi pembangunan pos-pos perbatasan dan pengiriman TNI secara besar-besaran untuk menjaga daerah perbatasan karena masyarakat di daerah perbatasan akan secara sukarela menjaganya.
 
Provinsi Kalimantan Utara
Salah satu hal penting yang patut dipertimbangkan dalam rangka akselerasi pembangunan daerah perbatasan dengan mengedepankan kepentingan nasional adalah memotong rentang kendali pemerintahan yang ada di daerah perbatasan. Dengan rentang kendali pemerintahan yang pendek maka pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik akan menjadi semakin terfokus sehingga kesejahteraan semakin mudah digapai.
 
Rentang kendali pemerintahan, terutama diluar Pulau Jawa, biasanya sangat luas, bahkan ada provinsi yang rentang kendali pemerintahannya mencapai hamper dua kali luas Pulau Jawa ditambah Pulau Madura. Rentang kendali pemerintahan yang terlalu luas ini juga biasanya berada di daerah perbatasan. Dengan rentang kendali yang begitu luas adalah menggantang asap mengharapkan akselerasi pembangunan didaerah dimaksud.
 
Untuk memotong rentang kendali pemerintahan yang harus dilakukan adalah pemekaran daerah, satu provinsi dimekarkan menjadi dua atau lebih provinsi atau satu kabupaten dimekarkan menjadi dua atau lebih kabupaten. Dengan pemekaran daerah maka rentang kendali menjadi tidak terlalu luas dan memadai untuk dilaksanakan pembangunan dan pelayanan publik yang layak.
 
Salah satu daerah yang patut dipertimbangkan untuk dilakukan pemotongan rentang kendali pemerintahan dengan pemekaran provinsi adalah daerah yang berada berbatasan langsung dengan negera jiran Malaysia di Pulau Kalimantan, yang selama ini tergabung dalam Provinsi Kalimantan Timur. Lebih dari seribu kilometer wilayah Kalimantan Timur berbatasan langsung dengan negara jiran. Ini menjadi salah satu dasar urgensi bagi pemekaran daerah di daerah perbatasan, dalam hal ini pemekaran Provinsi Kalimantan Timur menjadi Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Utara.
 
Bila ditilik secara mendalam, wilayah perbatasan di Pulau Kalimantan memiliki arti yang sangat penting baik secara ekonomi, geo-politik, dan pertahanan keamanan karena berbatasan langsung dengan wilayah negara jiran yang memiliki tingkat perekonomian relatif lebih baik. Selain juga potensi sumber daya alam yang dimiliki di wilayah ini cukup melimpah, namun hingga saat ini relatif belum dimanfaatkan secara optimal.

Urgensi lain akan pentingnya pemekaran Provinsi Kalimantan Timur dengan membentuk Provinsi Kalimantan Utara adalah ketertinggalan secara ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat di daerah perbatasan. Kondisi keterbatasan tersebut akan semakin nyata dirasakan oleh masyarakat perbatasan ketika mereka membandingkan dengan kondisi pembangunan di negara tetangga Malaysia.
 
Dan menjadi urgensi yang tidak terbantahkan bila kita mengedepankan kepentingan nasional untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan negara dimasa yang akan datang. Pembentukan provinsi baru di daerah perbatasan seperti Provinsi Kalimantan Utara, apalagi dengan mempertimbangkan hubungan Indonesia-Malaysia yang seringkali tidak harmonis soal perbatasan ini, menjadi kebutuhan.
 
Pengkajian secara mendalam dan tidak dilakukan secara emosional juga menjadi prasyarat proses yang harus dipenuhi oleh sebuah daerah untuk menjadi provinsi baru, termasuk juga calon Provinsi Kalimantan Utara.
 
Yang tidak kalah pentingnya adalah menempatkan pembentukan Provinsi Kalimantan Utara ini sebagai ikhtiar bangsa dan pemerintah Indonesia untuk mensejahterakan rakyatnya sehingga hidup layak dan menjaga keutuhan dan kedaulatan bangsa sehingga menjadi kembali bangsa yang dihormati dan disegani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar